Monday, 17 December 2012

In memorial: Burung Hantu hinggap di jendela

"Ada burung hantu di jendela!"
"Hah serius? Gede gak? Datang darimana?"
"Nggak. Bohong. Lagi lebai aja."
"-____-"

(Tak sempat aku menguraikan kata-kata excited untuk dialog pembuka di atas)
Hai, selamat sore, selamat meringis untuk para anak kos yang tidak punya uang. Sebenarnya saya lagi nyinggung diri sendiri yang lagi sekarat sendirian di kamar.
Dua hari ini keadaan tidak menyenangkan, pinggang terasa mau rontok. dengan hal-hal yang 'hampir habis'.
Yah, uang di dompet yang tinggal selembar warna hijau muda, pulsa yang gak cukup walaupun cuma buat perpanjang paket bb harian, paket modem yang juga akan say goodbye ntar malam (kalo nyampe malam), kopi, susu, air galon, yang juga nunggu giliran ninggalin gue! ah. Ya, dan masih ada proyek translasi yang belum kelar sampe bab 11, jadi saya tak akan dibayar.

Hmmm... daripada terus menerus memikirkan masalah pribadi yang berentet gak penting (walau rada genting), mending saya post a writing. Halah. Apasih.

Aku suka burung hantu. Itu mengingatkan masa kecilku yang dulu pernah punya anak burung hantu yang dibawakan Abah entah darimana (gak nanya, taunya senang aja dapat hewan baru). Aku gak punya kandang khusus, cuma kutaruh dalam keranjang mainan yang ada penutupnya. Karena ukurannya kecil, dan juga gak terlalu agresif. Unyu banget dah. Si kecil itu tidur waktu siang, dan bisa melompat-lompat bebas di dapur waktu malam, tapi tetap dibawah pengawasan ortu alias aku sendiri (supaya gak hilang, hehehe). Dia sedikit lebih besar dibanding anak ayam. Tapi lebih lucu dibanding anak ayam. Hehehehe. Nyesal banget dulu gak ngerti punya peliharan unik gitu. Dia mati gara-gara aku kasih makan udang dan semangka dalam sehari. Gak tau, mungkin zat dikedua makanan itu bisa jadi racun dalam perutnya :( Sedih kalo ingat itu. Yah, kalo sekarang gak mungkin lagi buat pelihara sejenis burung, ideologi telah berubah. Wehehehe.

Aku kangen rumah, dan kamarku yang sederhana. Aku mau mencoret jendela lagi. Terus apa hubungannya sama burung hantu?? Nah, itulah yang aku buat.
Entah sudah berapa bulan, aku meninggalkan draft burung hantu itu di jendela kamar.
Awalnya, aku cuma iseng beli cat stereoform dan tinta cina di toko ATK dekat kos (lapar mata gak penting). Nah, rencana buat bikin 'bunga-bunga' simple di dinding kamar kos. Tapi karena menghormati pemilik rumah yang saya tumpangi, niat itu saya urungkan. Saya bawa pulang cat dan tinta cina itu ke rumah di Balikpapan. Dan akhirnya inilah yang terjadi, my random access memory did everything possible to prevent saturation :D


Gak tau harus dinamai apa. Hanya untuk mengenang masa lalu :P

Peliharaanku dulu, kira-kira serupa yang bergantung terbalik itu :DD

Udah. itu aja untuk sore ini. Aku mau makan kuaci. Wehehehe

 

Thursday, 13 December 2012

Flood was not a big deal, cos I'm missing the rain

Suatu siang, di perjalanan pulang ke Balikpapan...
Hari itu aku berangkat setelah hujan reda. Tapi, seperti biasanya, masalah yang terjadi adalah genangan air banjir yang tidak segera surut walaupun hujan telah berhenti.
Itulah fenomena kota ini, banjir dan jalan becek-basah hampir di setiap jalan utama yang sering dilewati.


Tapi, siang menuju sore itu, terasa sedikit berbeda. Aku tidak melihat hujan dan banjir sebagai masalah yang benar-benar berarti. Yah, kenyataannya, perspektifku bilang: it's not a big deal.

Aku duduk di dalam angkot yang bergerak lambat karena macet, oleh kendaraan lain, tentunya juga oleh kondisi jalan yang sedang tidak bersahabat. Dan sekarang aku di Jalan Pangeran Antasari. Mungkin salah satu titik rendah yang rawan banjir di Samarinda. Saat hujan datang dan turun deras, seringnya jalan ini tergenang air yang kuning itu.

Yang membuatku sedikit tersentuh adalah anak-anak yang berlarian di tepi jalan, menikmati rintikan hujan yang tersisa dan bermain riang dengan air tanah yang meluap. Bahagia yang terlihat di wajah mereka. Teriakan gembira, dan lari-lari kecil yang tampak menyenangkan. Aku tersenyum dan mengambil handphoneku untuk memotret moment sederhana itu.

 Aku bertanya pada diriku sendiri: Kapan kita bisa kembali seperti itu? Tak peduli apapun masalah yang terjadi di perkotaan, atau persoalan yang menunggu dan harus diselesaikan dengan serius. Kapan kita bisa bermain dengan hujan tanpa berpikir akan demam atau sakit kepala? Kapan lagi kita bisa berbasah-basahan tanpa takut masuk angin atau harus mencuci pakaian lengkap yang kuyup oleh hujan? Kapan kita bisa menikmatinya lagi dengan rasa senang, dengan rasa bebas tanpa beban?

Hmmmm..... aku merindukan hujan dan banjir kecil. Merindukan gemericik air karena langkahku yang bersemangat. Aku merindukan saat-saat alam melepas semua beban dari kepalaku.
Tapi, aku belum punya kesempatan lagi untuk benar-benar bisa menikmati hujan, berbasah-basahan bersama langit dan berlari riang di bawahnya.

Wednesday, 12 December 2012

Milli dan Nathan

Inspired from a film: Milli and Nathan (2011)






Dulu...
Aku dilahirkan dengan warna putih,
kemudian berlalu tahun-tahun dengan cepat dan aku menjadi si hitam.

Dari kedua warna itu, aku tidak berhenti, menetap dalam gelap.
Aku mencari.

Semakin hari aku semakin berwarna. Kadang merah, kadang hijau. Kadang kuning, kadang ungu. Kadang jingga, kadang membiru.
Hidupku penuh dengan warna-warni.

Ketika warna-warni itu menjadi gambaranku, tiba-tiba datanglah kamu.
Hidupku sudah penuh warna, tapi kemudian kamu datang membawa ketidakjelasan.
Kamu... terlalu abu-abu untukku.

Aku berusaha lepas dan tetap menikmati warna-warniku.
Tapi ternyata, dari warna-warna itu, aku kekurangan satu warna.
Dan sayangnya... kamulah 'abu-abu' itu, warna yang seharusnya melengkapiku.