Thursday 23 January 2014

Berjodoh dilain Kesempatan (part 2)

Dicerita ini, aku hanya orang yang tidak mudah lupa, atau mungkin aku mencoba menghargai memori-memori konyol yang ada dalam kepalaku. Dan karena dia menarik, aku lebih mengingatnya. Dia cukup mengagumkan. Aku mengakuinya, sama seperti perempuan kebanyakan, atau mungkin semua orang yang sudah mengenalnya.

Yah, yang aku tau, dia menarik dan ramah. Selain itu ada tanda ditelinganya yang juga unik :)
Bagaimana aku tahu dia punya tanda itu? Kalian berpikir aku seorang stalker? No. I just pay attention on each details. Everytime I meet him, I learn a thing and I'll remember. Kind of that, I remember the moment from the first time I knew him, I met him, until while we just talk today. That brown shoes, leather jacket, also his hair style that never changed much. But... does he remember who I was? how am I today? Really, I'm not sure.

Dikehidupanku yang sekarang, mungkin aku mendapat banyak jempol, dipuji banyak orang karena keahlianku. Yah, aku mengurus berbagai macam event, ketua tim kreatif yang membuat semuanya terlihat menarik dan sukses. Tapi apakah aku semenarik itu? Once more, I'm not really sure. Sesekali aku akan dipanggil keatas panggung untuk memperkenalkan diri. Sebenarnnya aku tidak terlalu menyukai itu. Aku merasa, saat itu orang-orang hanya membutuhkan profesiku.
Aku mungkin bisa terlihat hebat dihadapan banyak orang, seorang perempuan yang tenang namun efektif. Itu yang mereka bilang. Disisi lain, aku orang yang buruk untuk menunjukkan perasaanku yang sebenarnya.

Disisi yang lain lagi, kebetulan yang sering tidak diengaja, kebetulan-kebetulan yang membuatku sering bertemu dengannya adalah saat aku tidak perlu merasa buruk. Aku merasa waktu membutuhkan aku yang bukan siapa-siapa, terlepas dari profesionalitas, tanpa formal outfit dan make-up. Accidentally, may be, I've become a shadow through his moves. But that time, I know that destiny's making something real to me. When the awkward feeling is coming... and thinking... I am as no body, who adore with every single detail on him, in every single co-incident.co-incidently.

Apa hebatnya berebut layanan di kantin sekolah? Apa hebatnya berjalan-jalan sore atau sekedar jogging? Apa hebatnya aku yang sering ke bioskop sendirian karena tidak ingin berkencan? apa hebatnya menghabiskan waktu di kafe sunyi sebelum aku kembali menjadi pekerja?

Hebatnya adalah.... ketika waktu-waktu yang tidak penting itu menjadi sebuah moment dimana aku berpikir, aku sering bertemu dengan seseorang yang sama, di sebuah tempat, dengan tujuan yang sama tanpa pernah aku berharap atau merencanakan akan bertemu dengannya. Konyol.
Tapi kemudian, muncul pertanyaan-pertanyaan yang tidak akan bisa aku sampaikan ke Alto. Pertanyaan yang tetap melekat diantara kepalaku yang butuh mencari ide untuk pekerjaanku.

Mengapa kita tidak pernah duduk satu meja dan memesan makanan?
Atau mengapa kita tidak mebuat janji untuk bertemu atau pergi bersama?

Moment-moment tak sempurna yang aku kumpulkan, yang membuatku berpikir tentangnya, tentang takdir dan alasan. Atau mungkin ini hanya sebuah kebetluan yang tidak pernah disengaja yang terjadi berulang-ulang...

Kemudian aku berpikir lagi, mungkin sudah sejak lama aku menyimpan sedikit harap, kita akan berjodoh dilain kesempatan.
Aku pun tersenyum melihat apa yang aku tulis di note. Tak lama kemudian satu pesan blackberry masuk ke handphoneku.
'Sampai kapan mau duduk sendirian, Red?'
Kalian tahu itu dari siapa?
Kami pun saling menatap dan tersenyum.




"Little Red Production"


Saturday 11 January 2014

Berjodoh dilain Kesempatan (part 1)


Apa kamu pernah berpikir sering punya kesempatan menghabiskan banyak moment bersama seseorang?
Banyak kesempatan, tapi kenyataannya kamu tidak pernah punya waktu dan kesempatan untuk mencintainya...

Dan saat asik menulis ini, dia datang menghampiriku. Akupun segera menutup note dimejaku, kemudian membalas sapaannya,
'hai sedang apa?'
'yah, seperti yang terlihat, ngopi, browsing, cari ide buat kerjaan :)'
Yah, aku tersenyum seperti itu dan menimpali dengan menanyakan hal-hal remeh. Acungan jempolku menandakan pembicaraan ringan itu sudah selesai. Hanya dua menit, dia pun pergi dan duduk kembali bersama dua teman lelakinya, berjarak dua meja dari arah kananku.
Kalian berpikir aku akan pindah meja dengan mereka? Tidak. Itu hanya akan membuatku canggung.
Aku memilih membuka kembali note di netbookku, membenarkan posisi duduk dan kacamataku, memasang wajah yang seolah sedang mebutuhkan konsentrasi tinggi.

Aku akan menuliskan ceritaku tentang dia.
Yah, kami saling mengenal, tapi aku tidak bisa mengatakan kalau kami berteman dekat, atau mempunyai hubungan yang lebih dari itu hanya karena kami pernah memasuki SMA yang sama.
Saat aku memasuki jenjang perguruan tinggi, dan harus pindah ke kota lain, kami bertemu sesekali di beberapa event, di bioskop, kafe, atau saat jalan-jalan sore. Sesekali yang kemudian menjadi agak sering, menurutku. Tapi semua itu, yah, secara tidak sengaja. Dan segala hal yang tidak sengaja itu berawal dari masa orientasi sekolah dulu. jauh bertahun-tahn yang lalu.

Namanya tidak pernah asing ditelingaku. Sangat mudah untuk diingat. Alto. Tas merek lokal buatan Bandung, mini car type buatan Suzuki, jenis suara rendah wanita yang juga merupakan jenis suaraku. Itulah namanya, entah apa maksud orang tuanya, atau siapapun yang telah memberi nama itu, yang jelas nama itu sangat mudah diingat.

Sebelum aku bertemu dengan dia, ada sedikit cerita awkward lainnya yang juga tidak disengaja. Ada seseorang yang aku rasa cukup gila yang menyukaiku di sekolah. Entah, seorang cowok iseng yang tetap tidak membuatku tertarik, atau pengagum yang rela melakukan apapun untuk idolanya. Namanya Adan, sebenarnya Adan tidak jahat, dia hanya sedikit aneh dan berbeda dari orang kebanyakan, meskipun begitu, Adan punya banyak teman. Kemudian entah bagaimana, Adan ingin mengenalkan aku dengan seorang temannya yang bernama Alto, dengan tujuan mungkin bisa kujadikan pacar. Ini kejadian pertama yang berhubungan dengan Alto yang tidak pernah aku rencanakan, yah, tidak disengaja.
Tapi saat itu aku benar-benar menolak rencana Adan, karena orang yang aku kira Alto terkenal sangat menyebalkan di sekolah.

Setelah agak lama, setelah rencana Adan yang gagal itu, kebetulan kedua adalah saat Adan menunjukkanku dari kejauhan siapa Alto yang sebenarnya. Itulah pertama kali aku tahu Alto yang asli, bukan yang pernah aku kira sebelumnya. Aku merasa cukup berbeda dengan Alto. Saat itu aku bergumam dalam hati 'Oh man, I'm not sure a guy like him will interest with me. Soo faar'
Sejak saat itu, kami tidak pernah benar-benar saling mengenal. Dan aku benar-benar merasa tidak akan pernah terjadi apa-apa antara aku dan Alto. It  won't work.

As I know, Alto lelaki yang dikenal banyak murid di Sekolah karena dia menarik secara fisik, cukup manis, cukup ramah, dan cukup pintar. Orang-orang akan menyukainya. Menurutku pun, maybe, he is born in that way. Sampai sekarang pun kharisma itu tetap melekat, single, pekerja keras, karyawan perusahaan bonafit. Enough for girls to think about him.

Back to memories... kejadian tidak disengaja selanjutnya adalah saat pertama kali kami bicara di kantin sekolah. Jelas bukan omongan serius. Sangat tidak serius, karena kami berebut untuk dilayani duluan. Hanya seperti itu, dan obrolan-obrolan tidak penting lainnya sampai terakhir aku bertemu dengannya beberapa saat lalu. Itu tidak akan membuat kami dekat apalagi untuk berbagi memori yang sama...